SBM ITB: Pentingnya Pengambilan Keputusan di Indonesia

Professor of Decision Making Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) Utomo Sarjono Putro (dari kanan) berfoto bersama Ketua Senat SBM ITB Henndy Ginting, Emeritus Professor of Decision Systems Science Tokyo Institute of Technology. Kyoichi Kijima, Director of Operations and Digital Services PT Pos Indonesia (Persero) Hariadi, Professor of Information Management and Markets, Rotterdam School of Management, Erasmus University Eric van Heck, Ketua Strategic Decision Making Symposium 2024 Meditya Wasesa dan Head of Data and Information Center for Development Planning Kementerian PPN/Bappenas Agung Indrajit serta para audiens di sela-sela acara Strategic Decision Making Symposium 2024, di Gedung Freeport SBM ITB, Bandung, Jawa Barat, Jumat (23/2/2024).

Bisnis Indonesia, BANDUNG – Kelompok keahlian Decision Making dan Strategic Negotiation, Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) menyelenggarakan symposium pengambilan keputusan pertama di Indonesia bertajuk ‘Navigating Impactful Decision Making in the Sustainable Digital Business Landscape‘.

Ketua Senat SBM ITB, Henndy Ginting mengatakan bahwa Simposium ini bertujuan untuk menyebarkan pengetahuan tentang ilmu pengambilan keputusan agar dapat dikenal lebih luas.

“Pengetahuan tentang ilmu pengambilan keputusan merupakan hal yang penting untuk dikembangkan di Indonesia, agar supaya tingkat pengetahuan Sumber Daya Manusia (SDM) tumbuh lebih baik,” ujar Henndy saat sambutan di acara tersebut, Jumat (23/2/2024).

Acara tersebut di bagi menjadi dua sesi yaitu keynote session dan panel session. Pada keynote session SBM ITB mengundang pakar akademisi, bisnis dan pemerintah, antara lain Kyoichi Kijima, Eric van Heck, Hariadi, dan Agung Indrajit.

Setiap pakar memberikan penjelasan tentang ilmu pengambilan keputusan. Salah satunya yang dilakukan oleh Eric van Heck yang merupakan Professor Manajemen Informasi dan Market dari Rotterdam School of Management Erasmus University menjelaskan sebagian besar perusahaan memaksimalkan profit melalui riset dan pengajaran.

“Sebagian besar perusahaan memaksimalkan profit melalui riset dan pengajaran. Padahal apabila dilihat dari “purpose and objective triangle”, mereka juga perlu fokus memaksimalkan kebahagiaan manusia dan kualitas lingkungan dari planet ini,” jelas Eric Van Heck.

“Begitupun dengan pemerintah, mereka lebih memaksimalkan produk domestik bruto, sehingga tidak memerhatikan kualitas planet dan kebahagiaan manusia,” lanjutnya.

Ericpun mencoba menyeimbangkan kembali tujuan dan objektif kita melalui People, Planet, Profit (3P) yang diukur dengan Indikator Kemajuan Asli atau Genuine Progress Indicator (GPI).

Sementara itu, menurut Agung Indrajit, Kepala Pusat Data dan Informasi Perencanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas, pengambilan keputusan tidak dapat hanya dilakukan oleh semua orang yang terlibat pada data, karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni untuk melakukannya.

“Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi antara beberapa entitas seperti data scientist, data engineer, data analisis, dan pengambil keputusan itu sendiri,” kata Agung.

Related posts