Hunian Hotel di Garut Anjlok, Kenapa?

Illustrasi Hotel – Freepik

Bisnishotel.id, GARUT — Kinerja sektor akomodasi di Kabupaten Garut kembali menunjukkan pelemahan. Tingkat penghunian kamar (TPK) atau okupansi hotel bintang dan nonbintang sepanjang Oktober 2025 tercatat 25,72%, turun 0,80 poin dibanding September yang mencapai 26,52%. 

Penurunan ini mengindikasikan geliat pariwisata Garut belum kembali stabil memasuki triwulan terakhir tahun berjalan.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Garut, Nevi Hendri menjelaskan data ini menggambarkan dinamika kunjungan wisata yang bergerak fluktuatif. Menurutnya, tren Oktober identik dengan momen sepi wisata, terutama setelah puncak kunjungan pada Juli–Agustus. 

“Kondisi tersebut memberi tekanan pada performa hotel bintang yang turun signifikan hingga 48,44% dari sebelumnya 52,80% di September,” kata Nevi, dikutip dalam laman bisnis.com, Kamis (11/12/2025).

Nevi menilai hotel bintang paling terdampak perubahan pola wisatawan. Menurunnya kegiatan MICE, perjalanan dinas,dan preferensi wisatawan terhadap akomodasi alternatif seperti villa dan glamping ikut menekan hunian. 

Sementara itu,hotel nonbintang justru mencatat pergerakan positif, meski sangat tipis. TPK hotel nonbintang naik dari 20,47% menjadi 20,50%.

Menurut Nevi, kenaikan kecil di segmen nonbintang mengindikasikan wisatawan beralih ke akomodasi dengan tarif lebih terjangkau. 

Fenomena ini sejalan dengan meningkatnya minat wisata singkat dan  perjalanan hemat keluarga menjelang akhir tahun. 

“Peningkatan nonbintang belum mampu menutup penurunan cukup tajam pada hotel bintang,” ujar Nevi.

Secara tahunan,TPK Oktober 2025 masih lebih baik dibanding periode sama  tahun sebelumnya. Pada Oktober 2024, TPK hanya berada di kisaran 25,52%. 

Artinya, terdapat kenaikan 0,20 poin. Namun, Nevi menilai pertumbuhan tahunan ini cenderung stagnan karena peningkatannya sangat kecil. 

Kondisi tersebut mencerminkan Garut belum sepenuhnya pulih dari gejolak perlambatan kunjungan wisata di awal tahun.

Selain keterisian kamar, rata-rata lama menginap (RLM) juga mengalami koreksi. Pada Oktober 2025, RLM tercatat 1,09 malam, lebih pendek dibanding September yang mencapai 1,12 malam. 

Penurunan ini memperlihatkan wisatawan semakin memilih perjalanan cepat tanpa bermalam panjang.

Nevi menilai perubahan pola konsumsi wisata ini terjadi akibat wisatawan lebih banyak melakukan perjalanan akhir pekan atau kunjungan singkat.

Jika dirinci, rata-ata menginap tamu hotel bintang mencapai 1,22 malam. Durasi ini lebih panjang dibanding tamu hotel nonbintang yang tercatat 1,03 malam.

Perbedaan tersebut dianggap wajar mengingat tamu hotel bintang biasanya berasal dari segmen keluarga dan pelaku perjalanan bisnis yang membutuhkan waktu tinggal lebih lama. 

Sementara tamu nonbintang mayoritas hanya berhenti satu malam sebelum melanjutkan perjalanan.

Nevi menyebut kombinasi penurunan TPK dan menurunnya RLM perlu menjadi perhatian pelaku usaha hotel di Garut. Ia menilai perlunya strategi baru untuk menarik wisatawan, termasuk mengembangkan paket akhir pekan, bundling dengan destinasi alam, dan kolaborasi dengan pelaku wisata kuliner. 

Menurutnya, Garut masih memiliki keunggulan sebagai kota wisata berbasis alam, sehingga potensi pemulihan tetap terbuka.

Di sisi lain, pemerintah daerah diminta memperkuat agenda pariwisata pada bulan-bulan yang cenderung mengalami penurunan kunjungan. Program promosi terpadu, event bulanan, dan pembenahan infrastruktur wisata dinilai dapat membantu mendongkrak TPK hotel pada periode sepi.

“Data TPK dan RLM selalu menjadi rujukan penting bagi pemangku kebijakan dalam menyusun strategi pariwisata. Ia berharap seluruh pelaku industri dapat memanfaatkan data ini untuk menyesuaikan strategi pemasaran dan meningkatkan kualitas pelayanan,” tutur Nevi.

Menurutnya, pemulihan sektor akomodasi Garut bergantung pada kemampuan daerah menciptakan pengalaman wisata yang menarik, nyaman, dan relevan dengan tren perjalanan modern.

Related posts