Bisnishotel, BANDUNG – Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung (PPI-ITB) bersama Deutsches Institut für Wirtschaftsforschung (Institut Jerman untuk Penelitian Ekonomi; DIW) Berlin melakukan proyek penelitian kolaboratif dengan tema, Memperkuat implementasi kebijakan iklim nasional: Pembelajaran empiris komparatif & menciptakan keterkaitan dengan pendanaan iklim (SNAPFI).
Penelitian ini bertujuan untuk mendukung implementasi National Determined Contributions (NDC) di setiap negara dengan memberikan saran kebijakan yang terkait dengan isu-isu perubahan iklim.
Kolaborasi ini juga melakukan penelitian di dua bidang studi. Pertama, bidang studi Nasional yang berfokus pada tata kelola perubahan iklim di sektor energi dan strategi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Kedua, bidang studi Internasional yang berfokus pada pendanaan iklim dan strategi adaptasi untuk mengatasi perubahan iklim.
Kepala PPI-ITB, Djoko Santoso Abi Suroso mengatakan bahwa kegiatan ini dihadirkan untuk memberikan informasi terkait hasil penelitian SNAPFI, UNFCCC COP 28, dan menyampaikan saran pada Dewan Energi Indonesia (DEN).
“Kegiatan ini kami hadirkan untuk memberikan informasi yang baik dan meluas terhadap perubahan iklim dalam transisi energi yang berkeadilan di Indonesia,” ujar Djoko saat sambutan saat konferensi pers di Conference Hall Gedung CRCS ITB Lt.2, Kamis (14/12/2023).
Transisis energi dituntut cepat berkeadilan dan merata. Tahun 2020-2021, insentif pengembang Energi Baru Terbarukan (EBT) belum besar, sehingga kurang ketertarikan untuk dikembangkan oleh pihak-pihak terkait.
Hal tersebut dibuktikan dengan target EBT secara nasional harus mencapai 23% pada tahun 2025, sedangkan hingga tahun 2022 target EBT hanya mencapai 11%.
Dengan demikian, Indonesia masih memiliki kendala dalam menutup kesenjangn pendanaan dan pendanaan yang dibutuhkan untuk memenuhi EBT.
Niken Prilandita, sebagai tim Pusat Perubahan Iklim ITB menyampaikan bahwa kebijakan iklim harus dilakukan secara bersama-sama dari berbagai sektor terkait.
“Merujuk pada hasil keputusan COP 28 tentang transisi energi, agar supaya menjauhi segala jenis bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas ke sumber energi terbarukan, diperlukan pemahaman, kesepakatan, serta bekerja sama dalam mencapai target yang telah ditetapkan dari semua sektor terkait, khususnya dari peran pemerintah di Indonesia,” ungkap Niken.
“Karena selama empat tahun kami meneliti bahwa di Negara Indonesia masih bergantung pada energi bahan bakar fosil, Jika tidak ada upaya dekarbonisasi yang dilakukan di Indonesia, emisi dari sektor energi diperkirakan akan menjadi emiten terbesar pada tahun 2030, sementara sektor FOLU akan berkurang secara bertahap,” tambahnya.
Berdasarkan Dokumen ENDC menunjukkan peningkatan pada target NDC, yaitu target mitigasi perubahan iklim dengan sumber daya sendiri dari 29% meningkat menjadi 31,89%, sementara dengan dukungan internasional dari 41% meningkat ke 43,20% pada ENDC.
Dalam hal tersebut DEN menjadi instansi pusat dalam mengawasi dan mengkoordinasi departemen terkait dalam implementasi NDC.
Sementara itu, Prandono selaku Tim SNAPFI-Pusat perubahan Iklim ITB mengajak semua elemen yang hadir untuk senantiasa saling bahu-membahu dalam mengurangi emisi dunia, terutama emisi di Indonesia.
“Untuk mengatasi semua ini memang kita perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara intensif yang tentu harus dilakukan secara bersama – sama dan menyeluruh dalam mengelola perubahan energi untuk mengurangi emisi di dunia dan Indonesia,” tuturnya.
Ia juga berharap dengan adanya kerja sama ini dapat membawa perubahan iklim ke arah yang lebih baik.